Merantau, Mendoan, dan IPK

Selamat datang di sebuah blog yang berisikan celotehan random.
Ternyata udah satu tahun lebih gue nggak menulis lagi, untuk mampir buka blog juga nggak. Gue nulis terakhir sekitar awal tahun 2016 dan sekarang ketika gue nulis ini bulan Februari 2016.

2015
Gue membuat harapan yang alhamdulillah sebagian besar telah tercapai dan gue merasa ada sebuah rasa bangga terhadap diri sendiri. Usaha pasti nggak pernah mengkhianati hasil, gue diterima di salah satu perguruan tinggi negeri lewat jalur SBMPTN. Bersaing dengan puluhan ribu calon mahasiswa di luar sana, dengan modal belajar dan doa gue selama ini, pada akhirnya gue harus mengapresiasi diri gue sendiri yang ternyata gue nggak sebodoh itu

Merantau.
Setelah ujian nasional 2015, gue lontang-lantung ngga ada kerjaan selain belajar dan belajar. Gue anaknya dari SMA lurus banget, tapi nggak nerd atau kutu buku juga. Gue nggak pernah berani untuk nakal seperti murid lain pada umumnya, karena gue merasa nakal gue udah gue habiskan pada masa SMP. Pagi belajar, siang sampai sore ikut pelajaran tambahan, malem juga belajar lagi, gitu terus rutinitas gue selama kurang lebih dua bulan.
"Mau masuk jurusan apa sih emangnya?"
Terus gue blank gitu aja. Gue baru mikir selama ini gue belajar tapi nggak tau arahnya mau kemana. Clueless. Tujuan gue selama ini ya masuk PTN, udah gitu doang. Universitasnya apa, fakultas sampe jurusannya apa, sama sekali nggak terlintas di benak gue. Belajar yang gue lakuin juga sebenernya nggak seberat apa yang gue ceritakan tiap hari belajar sampai mimisan, nggak. Gue belajar strategi gimana sih caranya gue lulus ujian SBMPTN. Berapa soal yang harus bisa gue isi per mata pelajaran, tipe soal apa yang harus gue kuasai banget, dan tipe soal apa yang sama sekali gue nggak bisa dan harus gue hindari.

Dengan berjalannya waktu alias udah kepepet, nggak tau kenapa muncul aja jurusan sosiologi. Gue cari tau dari persentase persaingan cenderung lebih sedikit dibanding jurusan lain. Itu alesan kenapa gue pilih Sosiologi, jadi kalau dibilang terpaksa, iya terpaksa, yang penting gue bisa kuliah di PTN dulu. Padahal sosiologi mata pelajaran yang saat SMA bukan terlalu gue banget. Idealisme gue saat SMA masih tinggi seperti orang tua pada umumnya. Pilih akuntansi biar jadi akuntan, manajemen, bla bla bla. Pada akhirnya interest gue saat SMA tuh jadi anak ekonomi banget. Tertarik sama isu-isu ekonomi, bursa efek, saham, dan hal-hal semacam itu. Sosiologi cuma mata pelajaran yang selewat doang, terlalu abstrak karena isinya teori. Bisa dibilang suka ya enggak, tapi dibilang gampang juga gue nggak bisa ngegampangin pelajaran Sosiologi.

SBMPTN LOLOS SOSIOLOGI
Blank.
Gue diterima di salah satu PTN Purwokerto, tau lah ya apa, Unjedir. Pada akhirnya selain bersyukur gue cuma bisa bilang, yaudah lah yaa... Gue akhirnya lepas dari hiruk pikuk Bogor! Tinggal di sebuah kota baru yang jauh dari ibukota. Situasi memaksa keadaan bahwa gue harus bisa semuanya sendiri dan nggak bergantung orang. Merantaulah gue.

IPK
Puncaknya, IPK adalah penentu kesuksesan gue dalam dunia perkuliahan. Satu-satunya alat yang dapat dijadikan bukti keseriusan gue saat kuliah. Sebenernya klasik banget sih zaman sekarang ukuran sukses adalah IPK, tapi orang tua menuntut itu. Ada beban tersendiri tiap kali gue pulang ke rumah. Mereka berharap banyak tentang gue, anak satu-satunya mereka, kalau gue nggak bisa menjadi "orang" sesuai ekspektasi mereka gimana? Merantau, selalu menuntut tapi terkadang lupa kewajiban. Apakah gue pantas melakukan hal itu? Di semester dua ini gue berusaha untuk lebih baik lagi meningkatkan cara belajar gue yang masih acak-acakan. Terlalu santai adalah ciri gue, tar-sok aja (entar besok aja) adalah slogan gue yang sampe sekarang masih melekat, langganan sistem kebut semalem, dan gue berusaha untuk merubah kebiasaan buruk itu demi nilai akhir yang bagus.

2016.

Postingan populer dari blog ini

Boom Shakalaka Week

Jatuh cinta dengan sosiologi

[Lyrics] F.I.X - Please Don't Say English Translation